Sore, 30/1/2018
Setelah sekian lama ga nulis di blog, baru sekarang saya coba nulis lagi.. sebenarnya bukan pure nulis juga, hanya catatan saja dari apa yang saya baca.. jadinya tulisan ini mudah-mudahan bersambung.. baca tulis.. baca tulis..
Hari ini saya baca Bagian Pertama dari buku “Happy City: Transforming Our Lives Trough Urban Design” karya Charles Montgomery. Sebelum kita baca, mudah kita tebak tuh, sesuai dengan judul bukunya pasti bagian pertama membahas definisi bahagia (Happy). Penulis mengutip tulisan dari buku lain seperti ini: ”
“There is a myth, sometimes widespread, that a person need only do inner work, in order to be alive like this; that a man is entirely responsible for his own problems; and that to cure himself, he need only change himself … The fact is, a person is so far formed by his surroundings, that his state of harmony depends entirely on his harmony with his surroundings.” (Christopher Alexander, The Timeless Way of Building)
Kalau menurut kita sebagai muslim, keliatan kok ribet amat mau cari definisi bahagia, mereka mendefinisikan bahagia secara parsial, maklum juga lah, orang barat mendefinisikan bahagia ya menurut pemikiran dan kebiasaan bereka.. (Kalau kita sederhana, mau bahagia? Taat Allah dan Rasul-Nya. (TITIK ga pake koma. Sesungguhnya Allah SWT meletakan kesuksesan, kebahagiaan, kejayaan manusia hanya dalam Agama (Ad-Din) saja, sejauh mana kita taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, ya sejauh itu kita dapatkan kesuksesan, kebahagiaan, dan kejayaan).
Tapi ga apa juga, dari bacaan ini saya dapat satu kata dalam Perencanaan Wilayah, HARMONI.. karena memang saya akan nulis parsial saja, seputar perencanaan wilayah yang harmoni.. so saya ga nulis Pangandaran Hebat, Pangandaran Bahagia, tapi Pangandaran Hebat, Pangandaran Harmoni.. Kalau nulis sampai segala macem sektor.. ya sampai pendidikannya.. kayaknya baru cocok nulis Pangandaran Hebat, Pangandaran Bahagia..
Potong dulu lanjut besok kalau ga ya besok-besok..